PN Tipikor Jakarta Gelar Sidang Pertama Kasus Penyediaan Helikopter AW-101

PN Tipikor Jakarta Gelar Sidang Pertama Kasus Penyediaan Helikopter AW-101

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat melangsungkan sidang pertama pada Direktur PT Diratama Jaya Berdikari, Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway.

Irfan sebagai tersangka tunggal kasus penyediaan helikopter angkut Augusta Westland (AW)-101 di lingkungan TNI Angkatan Udara (AU) tahun 2016-2017.

Adapun dalam sidang ini, Irfan akan dengarkan pembacaan surat tuduhan oleh beskal penuntut umum (JPU) pada Komisi Pembasmian Korupsi (KPK).

“Sidang pertama,” begitu jadwal sidang yang termuat di Mekanisme Info Pencarian Kasus (SIPP) PN Jakarta Pusat.

Dalam kasus ini, Irfan diperhitungkan sudah bikin rugi negara sejumlah Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738, 9 miliar karena penyediaan helikopter angkut itu.

Atas tindakannya Irfan didugakan menyalahi Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pembasmian Tindak Pidana Korupsi.

Sudah diketahui, tidak ada pelaksana negara yang diputuskan sebagai terdakwa dalam kasus ini.

Tetapi, Ketua KPK Firli Bahuri menerangkan, lembaganya bisa tangani siapa saja faksi yang turut serta kasus korupsi berdasar ketentuan Undang-Undang mengenai KPK.

Berdasar ketentuan Pasal 11 Undang-Undang nomor 19 tahun 2019, KPK bisa menginvestigasi kasus korupsi dengan subyek hukum pelaksana negara dan aparatur penegak hukum.

Namun, Pasal itu bukan kumulatif.

Menurut Firli, keterangan Pasal UU KPK itu mengatakan jika KPK bisa menangkap siapa saja faksi yang diperhitungkan mengakibatkan berlangsungnya rugi negara.

“KPK bisa lakukan penyidikan, penyelidikan dan penuntutan pada tindak pidana korupsi. Ada ketentuannya dua, aparatur penegak hukum atau pelaksana negara atau faksi berkaitan, Oke, di kalimat selanjutnya ada ‘dan atau titik koma’, memunculkan rugi negara sekurangnya Rp 1 miliar di Ayat 2 nya,” jelas Firli dalam pertemuan jurnalis, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

“Itu di Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019. Jika berbicara dan atau, pastilah teman-teman telah memahami itu bukan kumulatif, bisa alternative ya,” katanya.

Awalnya, faksi TNI sudah memutuskan lima terdakwa yang berdasar belakang militer berkaitan penyediaan helikopter angkut AW-101 ini.

Mereka ialah Kepala Unit Servis Penyediaan Kolonel Kal FTS SE, Petinggi Pembikin Loyalitas (PPK) dalam penyediaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan petinggi pemegang kas Letkol administrasi WW.

Selanjutnya, staff petinggi pemegang kas yang salurkan dana ke beberapa pihak tertentu, yaitu Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan pendamping rencana Kepala Staff Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Disamping itu, staff petinggi pemegang kas yang salurkan dana ke beberapa pihak tertentu, yaitu Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan pendamping rencana Kepala Staff Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Dalam perubahannya, penyelidikan kasus penyediaan helikopter AW-101 untuk terdakwa dari TNI disetop oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

About admin

Check Also

Kompolnas Ungkapkan Kematian Bripka AF yang Disebutkan Bunuh Diri di Samosir Ganjil

Kompolnas Ungkapkan Kematian Bripka AF yang Disebutkan Bunuh Diri di Samosir Ganjil

Kompolnas Ungkapkan Kematian Bripka AF yang Disebutkan Bunuh Diri di Samosir Ganjil Komisi Kepolisian Nasional …